Jakarta, faseberita.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penyitaan aset terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang melibatkan PT Hutama Karya pada tahun anggaran 2018-2020. Kali ini, sebuah unit apartemen senilai Rp500 juta yang berlokasi di Tangerang Selatan berhasil diamankan pada Selasa (10/6).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penyitaan ini dilakukan karena penyidik memiliki dugaan kuat bahwa apartemen tersebut terkait dengan aliran dana yang berasal dari tindak pidana korupsi yang sedang mereka usut.

Sebelumnya, KPK juga telah memeriksa dua orang saksi untuk mendalami lebih lanjut terkait kajian penyertaan modal PT Hutama Karya kepada anak perusahaan serta transaksi jual beli lahan antara PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) dengan PT Hutama Karya. Saksi yang diperiksa adalah Sayed Musaddiq dari pihak swasta dan Siti Naf’ah yang berprofesi sebagai dokter.
Sejauh ini, KPK telah menyita total 14 bidang tanah, dengan rincian 13 bidang berlokasi di Lampung Selatan dan 1 bidang di Tangerang Selatan. Nilai keseluruhan aset yang disita mencapai sekitar Rp18 miliar, yang diduga kuat berasal dari hasil korupsi. Selain itu, pada pertengahan April lalu, KPK juga telah menyita 65 bidang tanah di Kalianda, Lampung Selatan, yang sebagian besar merupakan lahan milik petani yang dibeli oleh para tersangka dengan pembayaran yang belum lunas.
KPK saat ini tengah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung secara pasti kerugian negara akibat kasus ini. Estimasi sementara menunjukkan kerugian mencapai belasan miliar rupiah.
Dalam proses penyidikan, KPK juga telah mengeluarkan larangan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang yang diduga terlibat, termasuk mantan Direktur PT Hutama Karya, Bintang Perbowo, serta pegawai PT Hutama Karya, M Rizal Sutjipto, dan Komisaris PT Sanitarindo Tangsel Jaya, Iskandar Zulkarnaen (almarhum).
Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah kantor PT Hutama Karya dan PT HK Realtindo pada Maret 2024 dan menemukan sejumlah dokumen terkait pengadaan lahan yang diduga bermasalah. Dokumen tersebut berisi item-item pengadaan yang dicurigai dilakukan secara melawan hukum.